Dahulu kala, ada sebuah keluarga bahagia tinggal di Sulawesi Tengah. Keluarga itu terdiri seorang ayah, seorang ibu, dan tiga orang anak yang masih kecil. SUdah menjadi rutinitas setiap orang dalam keluarga ini untuk sarapan bersama setiap pagi. Mereka berkumpul di meja makan dan berbagai cerita. Setelah sarapan, sang ayah pergi ke luar rumah untuk bekerja di kebun.

Suatu pagi, setelah sarapan, sang ayah meminta sang ibu untuk memasukkan ikan yang tersisa.

“Bu, tolong simpan sisa ikan ini. Nanti kalau aku pulang, aku akan memakannya,” pinta sang suaminya.

“Baik, Pak. Akan aku simpan,” ucap istrinya.

Sang ayah pun berangkat ke kebun untuk menggarap lahan. Sementara itu anak-anak sedang bermain dan sang ibu menyimpan sisa piring ikan di lemari. Sang ibu dan ketiga anaknya duduk untuk makan siang bersama di meja makan pada pukul dua belas siang. Namun, ketika tiba waktunya makan, anak bungsu merengek minta dibolehkan makan dengan lauk ikan yang disimpan di lemari.

“Nak, itu laut untuk bapakmu. Tadi sebelum berangkat, bapak meminta ibu untuk menyimpannya. Sebab bapak ingin memakannya nanti sore,” jelas si ibu.

“Aku ingin makan pakai lauk ikan, bu! aku mau lauk ikan, bu…,” teriak anak bungsu sambil menangis.

Si ibu semakin bingung. Ia kehilangan kata-kata saat membujuk anaknya untuk mengerti pesan dari sang bapak. Sang anak hanya bisa meratap dan menolak untuk makan tanpa lauk ikan. Sang ibu tidak tega melihat anaknya menangis tersedu-seduh dengan perut masih kosong. Akhirnya, ia mengambil piring yang berisi lauk ikan suaminya. Si anak bungsu disuapi dengan lauk ikan yang hanya tinggal sedikit hingga tidak tersisa lagi.

Begitu hari sudah sore, sang ayah bergegas menuju rumah secepat mungkin karena Perutnya terasa sangat lapar. “Lauk ikan saya tadi pagi masih ada, jadi aku bisa memakannya sekarang,” pikirnya.

Sesampainya di rumah, ia mulai mencari istrinya agar bisa menyediakan makan malam untuknya. “Ibu… Aku sudah pulang! Di meja makan, bisakah ibu menyiapkan makanan untukku?”

“Tentu, Pak,” jawab si ibu dengan cepat.

Istrinya pun sibuk menyiapkan makanan beserta lauk lain.

“Ini Pak makanannya.”

“Lho, mana sisa ikan aku tadi pagi?” tanya sang suami.

“Maaf, Pak, tadi siang anak bungsu sedang rewel karena ingin makan dengan lauk ikan. Ia tidak mau makan dengan lauk yang lain,” ucap sang istri.

“Tapi, bukankah aku sudah bilang lauknya untuk disimpan agar aku bisa makan nanti sore? Kamu harus menyembunyikannya dengan baik agar anak-anak kita tidak menemukannya,” katanya.

Sang ayah, yang saat itu sedang kelaparan, tidak dapat mengendalikan perasaannya dan marah. Dia terus menerus menyalahkan istrinya. Meskipun hari sudah malam, kemarahan sang ayah tidak mereda, tetapi justru semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Hal ini menyebabkan istrinya sangat bingung dan sedih karena harus menghadapi suaminya yang terus marah.

Pada suatu malam, sang ibu menghabiskan malam itu dengan terisak-isak di tepi danau. Tidak ada yang tahu bahwa sang ibu telah meninggalkan mereka. Mereka belum terbangun dari tidur nyenyak mereka. Dia sudah tidak tahan mendengar amarah suaminya yang tiada henti.

Ketiga anak itu mulai mencari ibu mereka di pagi hari. Dia memeriksa seluruh ruangan dengan seksama, tetapi dia tidak dapat menemukan ibunya. Setelah beberapa waktu berlalu, anak tertua mengajak adik-adiknya mencari ibu mereka di laut.

“Dik, ayo kita pergi ke laut. Siapa tahu ibu ada di sana?” ucap sang kakak.

“Baik, Kak. Mungkin ibu sedang memancing ikan di laut agar bapak tidak marah-marah lagi,” jawab adiknya.

“Makanya, Dik. Lain kali, kalau dinasehati ibu, kamu tidak boleh marah atau menangis saat itu terjadi. Kan kasihan ibu nanti dimarahi oleh bapak,” kata kakaknya.

“Iya, Kak. Aku minta maaf,” jawab sang adik.

Setelah itu, ketiga anak tersebut berlari ke laut sambil berteriak memanggil ibu mereka. Setelah sekian lama, sang ibu muncul setelah dipanggil. Setelah memberikan pelukan kepada ketiga anaknya kemudian sang ibu menyusui anak bungsunya.

“Nak, setelah ini kalian harus segera pulang ke rumah ya!” pesan sang ibu.

“Iya, Bu,”jawab ketiga anaknya.

Pesan sang ibu pun dilaksanakan oleh ketiga anaknya tanpa ragu. Namun, ibu mereka tak kunjung kembali ke rumah hingga malam hari. Alhasil, mereka kembali keesokan paginya untuk melanjutkan pencarian sang ibu di laut.

Ketika mereka akhirnya sampai di laut, ketiga anak itu langsung berteriak memanggil-manggil ibunya. “Ibu… Ibu… Ibu… pulanglah! Saya lapar, dan anak bungsu ingin menyusu,” kata anak yang paling tua.

Setelah dipanggil tiga kali, sang ibu akhirnya muncul ke permukaan dari dalam air. Dengan segera, ia mulai menyusui anak bungsunya dengan penuh kasih sayang dengan penuh perhatian. Namun, lama kelamaan sang ibu tidak menyadari bahwa tubuhnya mulai bersisik seperti ikan.

Keesokan harinya, anak-anak melihat sang ibu bersisik seperti itu membuat mereka takut dan tidak mau percaya lagi jika itu adalah ibu mereka.

“Kemarilah, anak bungsuku. Ibu akan menyusuimu,” kata sang ibu.

“Tidak! Kamu bukan ibuku. Ibuku tidak memiliki sisik sepertimu!” kata ketiga anaknya.

“Aku adalah ibumu, Nak. Percayalah!” kata si ibu memelas.

“Kami tidak percaya. Kamu hanya mirip dengan wajah ibu kami,” kata ketiga anaknya.

Betapa sedih hati sang ibu mendengar apa yang dikatakan anaknya. Karena fisiknya tidak lagi seperti dulu, dia tidak dapat melakukan aktivitas apa pun. Sisik-sisik yang mirip dengan sisik ikan mulai menutupi tubuhnya.

Hati sang ibu saat itu menjadi patah hati karena wujudnya seperti manusia setengah ikan. Ia tidak menyangka hal ini akan memisahkannya dengan anak-anak yang sangat dia cintai. Dia tidak punya pilihan lain kecuali menangis dan kemudian kembali ke laut. Sejak itu, banyak orang-orang mulai menyebutnya sebagai putri duyung karena penampilannya yang cantik.

Pesan Moral dari Legenda Putri Duyung

Pesan moral dari legenda putri duyung adalah Jadilah orang yang sabar, memaafkan kesalahan orang lain, dan tahanlah amarah agar tidak melukai perasaan orang lain. Dan saat membuat keputusan, kita harus berhati-hati agar tidak menyesali pilihan kita di masa depan. Selain itu, sebagai anak yang baik, kita harus mematuhi orang tua kita.

Tinggalkan Komentar