Dahulu kala, ada pasangan suami istri tua tinggal di sebuah desa di Pulau Belitung. Mereka tidak memiliki anak, namun mereka berhasil menjaga keharmonisan dan kebahagiaan mereka saat hidup dalam kemiskinan. Mereka tidak pernah berhenti berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, apakah itu dini hari atau larut malam. “Ya, Tuhan! Tolong berkati kami dengan bayi, meskipun itu hanya seukuran jari kelingking!” begitulah do’a yang selalu mereka panjatkan.

Setelah beberapa bulan berlalu, Sang istri akhirnya mengandung seorang anak. Karena Sang istri tidak memiliki tanda-tanda kehamilan, suaminya pun tidak percaya bahwa istrinya benar-benar hamil. Karena istrinya sudah berumur tua, perutnya tidak ada mengalami perubahan sama sekali. Meski demikian, sebagai seorang wanita, ia benar-benar yakin bahwa dirinya sedang hamil. Dia merasakan ada sesuatu yang bergerak di dalam perutnya. Dia juga berusaha mengingat suaminya tentang doa yang telah diucapkan dulu.

“Dulu kita pernah memohon kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar diberikan seorang anak walaupun sebesar kelingking? Apakah abang lupa?” tanya Sang istri mengingatkan.

Begitu Sang suami mendengar pertanyaan itu, dia menjadi termenung dan memikirkan kembali doa apa yang telah dia ucapkan.

“Oh, iya. Kamu benar sekali, istriku! Sekarang abang percaya bahwa kamu memang benar-benar hamil. Pantas saja perutmu tidak kelihatan membesar, karena bayi di dalam hanya sebesar kelingking.” kata Sang suami sambil mengusap perut istrinya yang sedang hamil dengan lembut.

Sudah sembilan bulan waktu berlalu. Di tengah malam, Sang istri melahirkan seorang anak laki-laki yang baru lahir sebesar jari kelingking manusia. Betapa senangnya sang suami tersebut mengetahui istrinya telah melahirkan karena ini adalah sesuatu yang mereka inginkan sejak lama. Mereka memilih nama Kelingking untuk anaknya. Mereka merawatnya dengan baik sampai anaknya mencapai usia dewasa dan kemudian membiarkannya berkembang dengan sendirinya. Meski sudah dewasa, seluruh tubuhnya tetap seukuran jari kelingking manusia.

Kelingking memiliki perilaku yang aneh. Walaupun memiliki tubuh yang kecil tapi nafsu makannya sangat besar sehingga orang tuanya merasa pusing. Setiap hari Kelingking selalu saja menghabiskan semua makanan yang ada di dapur. Kelingking juga selalu mengeluh minta makan kepada orang tuanya sehingga kesabaran orang tuanya pun menjadi hilang dan ingin membuang jauh-jauh si Kelingking.

Suatu hari, Sang Ayah mengajak anaknya pergi ke hutan dan mengatakan kepadanya bahwa mereka akan menebang pohon besar di sana.

Setelah sampai di lokasi, Sang Ayah menyuruh Kelingking untuk berdiri di samping pohon besar itu. Pohon besar itu dengan cepat ditebang oleh Sang Ayah dan sengaja diarahkan kepada anaknya. Setelah melihat Kelingking tertimpa pohon besar, Sang Ayah menjadi senang dan segera pulang ke rumah.

Pada sore hari, Sang ayah dan Sang ibu terlihat sedang bersantai di halaman depan rumah. Kepergian Kelingking membuat mereka lega. Namun, tiba-tiba mereka mendengar seseorang berteriak sambil membawa pohon besar. Ternyata orang itu adalah Kelingking.

“Ayah! Di mana Aku harus meletakkan pohon besar ini?” teriaknya.

Setelah itu, Sang ayah menjadi terkejut dan menyuruh Kelingking untuk meletakkan pohon besar itu di belakang rumah dan memotongnya menjadi potongan kayu kecil agar bisa digunakan sebagai kayu bakar. Si Kelingking terus menikmati melakukan perintah yang diperintahkan ayahnya.

Setelah itu, Kelingking segera masuk ke dalam rumah karena dia mulai merasa lapar dan ingin mencari sesuatu untuk dimakan. Sementara ayah dan ibunya hanya duduk terdiam melihat anaknya telah kembali.

Ketika mereka mengamati Kelingking sedang makan dengan penuh semangat dan bertindak seolah – olah dia tidak tahu rencana jahat orang tuanya menjadi merasa terkejut. Orang tuanya menjadi sadar bahwa anak itu berasal dari darah dagingnya. Sudah sepantasnya, mereka merawat anaknya dengan baik. Oleh karena itu, mereka siap menerima si Kelingking apa adanya.

Ternyata keberadaan si Kelingking sangat berguna untuk orang tuanya karena memiliki tenaga yang sangat besar. Jadi Kelingking dapat melakukan pekerjaan berat untuk mendapatkan uang. Dan pada akhirnya, kehidupan mereka pun menjadi lebih baik.

Pesan moral dari cerita rakyat Si Kelingking

Moral dari cerita si Kelingking adalah orang tua harus belajar bagaimana menerima anak-anak mereka, serta bagaimana mengasuh, membimbing, dan menginstruksikan mereka untuk menjadi orang yang lebih baik.

Tinggalkan Komentar