Pada zaman dahulu, ada sebuah kerajaan jenggala yang dipimpin oleh seorang raja bernama Raden Putra. Ia memiliki seorang permaisuri yang sangat baik hati, serta seorang selir yang cantik jelita. Di sisi lain, kecantikan selir memang mempesona, namun hatinya tidak begitu menawan karena ia sangat cemburu pada permaisuri.
Kedua istri raja tinggal di istana yang sangat megah. Selir raja mulai menyusun rencana untuk mengusir permaisuri dan mengambil posisinya sebagai permaisuri. Untuk menjalankan rencananya, ia bekerja sama dengan seorang tabib istana.
Suatu hari, selir Raja berpura-pura sakit untuk menarik perhatian Raja. Raja tidak membuang waktu dan memanggil tabib. Sang Raja bertanya apa yang telah terjadi setelah selesai memeriksa kondisi selirnya.
“Paduka, ada seseorang yang telah menaruh racun dalam minuman selir,” jawab tabib.
“Siapa yang berani memberi racun kepada selirku?” tanya raja.
“Permaisurimu sendirilah yang melakukan hal ini padaku. Sepertinya Permaisuri berniat untuk mengakhiri hidup hamba agar kasih sayang baginda hanya untuknya, dan kekuasaan berada di tangannya,” jawab selir raja.
Setelah mendengar apa yang dikatakan oleh selirnya, Raja menjadi sangat marah dan segera memerintahkan patih untuk mengusir permaisuri yang sedang hamil dan membunuhnya di hutan. Saat Patih menemukan sang permaisuri, ia langsung membawanya pergi ke hutan. Namun, patih yang bijaksana ini tidak mengakhiri hidup Permaisuri. Dia menyadari rencana licik yang telah dibuat oleh selir tersebut. Ia segera menangkap seekor kelinci.
“Permaisuri, hamba tidak akan membunuhmu. Namun, hamba akan melaporkan kepada raja bahwa hamba telah membunuh Anda. Hamba akan membunuh kelinci ini dan melumuri selendang permaisuri dan pedang saya dengan darah kelinci ini,” ujar sang patih.
“Aku sangat berterima kasih patih, karena kamu telah menyelamatkan nyawaku dan mengizinkan aku untuk tetap hidup,” jawab permaisuri.
“Maafkan hamba, Permaisuri. Hamba tidak punya pilihan selain meninggalkan mu di hutan ini seorang diri. Terimalah permohonan maaf hamba karena tidak bisa menemani Anda,” kata patih.
Sang permaisuri pun hamil setelah melewati beberapa bulan di hutan, dan akhirnya ia melahirkan seorang anak laki-laki. Ia memberikan nama untuk sang bayi yaitu Cindelaras.
Kini, Cindelaras telah tumbuh menjadi pemuda remaja yang cerdas dan tampan. Ketika dia masih kecil, ia sudah terbiasa berteman dengan berbagai hewan-hewan di sekitar rumahnya.
Suatu hari, cindelaras sedang asik bermain dengan elang. Tiba-tiba, elang itu menjatuhkan sebutir telur tepat di sebelah cindelaras. Cindelaras langsung mengambil telur itu dan menetaskannya.
Setelah tiga minggu, telur itu menetas menjadi seekor anak ayam yang lucu. Cindelaras merawat anak ayam tersebut dengan sangat baik.
Setelah ayam itu tumbuh besar, tubuhnya terlihat kuat dan berotot, paruhnya kokoh dan runcing seperti paruh elang. Kedua kakinya berotot dan memiliki kuku yang runcing tajam seperti kuku elang. Namun, suara kokoknya sangat berbeda dengan ayam-ayam lainnya. Suara kokoknya sangat aneh, “kukuruyuk, tuanku cindelaras, rumahnya di hutan, atap rumahnya terbuat dari daun kelapa, ayahnya Raden Putra raja jenggala,” Bunyi kokok ayam cendelaras.
Cindelaras sangat terkejut dan langsung menunjuka ayamnya kepada ibunya. Ibunya juga sangat terkejut mendengar suara kokok si ayam. Dia menjelaskan kepada Cindelaras tentang siapa ayahnya dan alasan dia memilih untuk tinggal di hutan. Mendengar cerita ibunya, Cindelaras memutuskan untuk pergi ke istana untuk berbicara dengan ayahnya.
Ibu Cindelaras awalnya menolak untuk memberikan izin. Namun, Cindelaras bersikeras dengan keputusannya. Setelah ibunya mengijinkannya pergi, ia segera berangkat bersama ayam jantannya. Dalam perjalanan menuju istana, Cindelaras bertemu dengan orang-orang yang sedang mengadu ayam. Mereka melihat cindelaras membawa ayam jantannya dan mengajaknya ikut menguji kemampuan ayamnya.
“Hei adik kecil, apakah kamu berani adu ayam dengan ayam jantan ku yang kuat ini?” ujar mereka.
“Baiklah,” jawab cindelaras.
Ternyata, ayam jantan milik cindelaras dapat mengalahkan semua lawan di ajang adu ayam.
Kabar tentang kehebatan ayam jantan milik cindelaras terdengar sampai ke telinga raja Raden Putra. Raja langsung memerintahkan pengawalnya untuk mengundang cindelaras datang ke istana.
Cindelaras pun sampai istana menghadap raja Raden Putra.
“Paduka, hamba menghadapmu,” kata cindelaras dengan sopan.
“Anak ini sangat tampan dan cerdas, sepertinya ia bukan dari kalangan rakyat biasa,” kata Raden Putra dalam hati.
Raja Raden Putra pun langsung menantang ayam jantan Cindelaras untuk bertanding dengan ayam kerajaan.
“Cindelaras, saya menantang ayam jantan yang kamu bawa itu bertarung dengan ayam jago kerajaan. Apakah kamu bersedia?” tanya Raden Putra.
Tantangan Raden Putra disetujui oleh Cindelaras. Namun Cindelaras memberikan satu syarat kepada Raden Putra.
“Ampun Paduka, hamba mau bertanding adu ayam, namun jika ayam hamba yang menang, hamba meminta setengah harta dari Kerajaan Jenggala ini,” kata Cindelaras.
Raden Putra terkejut dengan permintaan Cindelaras.
“Jika ayammu yang kalah, apa kamu bersedia memberikan ayam itu padaku?” tanya Raden Putra.
“Hamba bersedia Paduka” Cindelaras menganggapinya.
Raden Putra tersenyum ketika Cindelaras menerima permintaannya.
“Lagipula ayam jantan Cindelaras tidak akan memiliki kesempatan menang melawan ayam jantan kerajaan yang gagah dan lihai bertarung” ucap Raden Putra dalam hati.
Pertarungan ayam jantan Cindelaras dan ayam jantan kerajaan pun dimulai.
Pertarungan sengit terjadi antara kedua ayam jantan tersebut. Dalam beberapa menit ayam jantan milik Cindelaras mampu mengalahkan ayam jantan kerajaan. Penonton pun bertepuk tangan sebagai ucapan selamat kepada Cindelaras.
“Baiklah, saya mengaku kalah. Akan ku serahkan setengah kekayaan ku menjadi milik mu cindelaras. Namun, siapa kamu sebenarnya” ujarnya sang raja.
Cindelaras langsung membungkuk dan menggumamkan sesuatu kepada ayamnya. Beberapa menit kemudian. Ayam jantan Cindelaras mengeluarkan suara.
“Kukuruyuk… tuanku cindelaras, rumahnya di dalam hutan, atapnya terbuat dari daun kelapa, ayahnya Raden Putra,” ayam jantan itu terus berkokok berulang-ulang.
Raden putra terkejut mendengar suara kokok ayam jantan Cindelaras.
“Apakah itu benar, Cindelaras?” tanyanya dengan sangat heran dan penasaran.
“Benar sekali paduka. Hamba cindelaras, putra dari permaisuri baginda,” jawabnya dengan tegas.
Raja Raden Putra segera memanggil patih dan meminta penjelasan mengenai kebenarannya. Patih pun langsung menjelaskan semuanya.
“Saya telah membuat kesalahan dengan menghukum seorang permaisuri yang tidak bersalah. Saya akan memberikan hukuman yang setimpal kepada selir,” katanya dengan penuh penyesalan.
Setelah menyadari kesalahannya, Raja Raden Putra segera memeluk cindelaras dan meminta maaf atas semua kesalahannya itu. Raden putra, patih dan pengawalnya langsung pergi ke hutan dan membawa sang permaisuri pulang.
Akhirnya, Raja Raden Putra, permaisuri dan cindelaras hidup bersama dan bahagia. Setelah Raden Putra meninggal. Cinderalaslah yang menggantikan ayahnya sebagai raja. Ia memimpin kerajaan dengan adil dan bijaksana.
Pesan Moral dari Cerita Tentang Cindelaras
Pesan moral dari cerita rakyat cindelaras adalah berbohong dan memfitnah orang lain dapat merugikan. Meskipun tidak merugikan kita di masa sekarang, berperilaku buruk dapat merugikan kita di masa depan. Selain itu, menjadi anak yang sopan akan disukai banyak orang.