Dahulu kala ada di tengah hutan di wilayah Jambi ada Kerajaan bernama Pamuncak Tiga Kaum. Kerajaan ini diperintah oleh tiga bersaudara bernama Pamuncak Rencong Talang, Pamuncak Tanjung Seri, dan Pamuncak Koto Tapus. Mereka hidup berdampingan tanpa pertikaian. Ketika salah satu dari mereka mengalami kesulitan, yang lain tak segan untuk membantu. Demikian juga, mereka saling berbagi jika mereka mendapat rezeki.

Ketika tiba saatnya panen, Pamuncak Rencong Talang dan rakyatnya memiliki hasil panen yang melimpah. Ini membuat mereka Sangat senang. Ia berencana mengadakan pesta terbuka untuk umum.

Pamuncak Rencong meminta agar para pemimpin pasukan bersiap-siap untuk pesta yang akan berlangsung selama tiga hari tiga malam.

“Wahai, saudara-saudaraku. Panen tahun ini ternyata Sangat banyak. Kami merencanakan pesta sesegera mungkin sebagai cara untuk mengungkapkan rasa terima kasih kami kepada Tuhan atas karunia tersebut. Dan juga, mohon membuat semua persiapan yang diperlukan, termasuk mengirimkan undangan kepada para tamu!” kata Pamuncak Rencong Talang.

Para pemuka masyarakat serentak menjawab, “Ya, Yang Mulia.”

Persiapan pesta pun dimulai. Semua orang di daerah itu Sangat aktif dalam kegiatan sehari-hari mereka. Pamuncak Tanjung Sari dan Pamuncak Koto Tapus sudah pasti masuk ke dalam daftar tamu pesta. Namun, Pamuncak Tanjung Sari tidak dapat datang ke pesta, jadi dia mengirim istri dan Putrinya untuk menggantikannya.

Tibalah istri dan Putri Pamuncak Tanjung Sari di pesta tersebut. Putri Pamuncak Tanjung Sari merupakan seorang wanita muda yang Sangat cantik. Ia menjadi perhatian para pemuda yang hadir di pesta itu.

Dua laki-laki muda duduk di barisan di belakang berbisik-bisik tentang kecantikan seorang Putri tersebut.

“Shh, Apakah kamu mengenal wanita cantik itu?” pemuda bertanya-tanya kepada temannya.

“Saya Tidak yakin akan hal itu. Bahkan aku tidak pernah melihat wanita muda itu sebelumnya. Namun, dari apa yang bisa dilihat darinya, jelas bahwa dia tidak berasal dari keluarga biasa,” jawab temannya.

Pemuda itu bergumam, “Hmmmm…. Mungkin dia dari keluarga Pamuncak Rencong Talang.”

Ibu Sang Putri bergabung dengan Keluarga Pamuncak Rencong Talang saat pesta berlangsung. Pesta itu hanya untuk kaum muda, jadi dia sengaja memilih untuk tidak hadir bersama Putrinya.

Mereka begitu asyik dengan apa yang mereka lakukan sehingga mereka tidak menyadari bahwa ayam jantan sudah mulai berkokok, yang merupakan tanda hari telah tiba. Dengan cepat, ibu Sang Putri berjalan ke pesta perayaan untuk mengajak Putrinya pulang. Dia khawatir anaknya akan menjadi tidak sehat karena kurang tidur.

“Sudah waktunya untuk pulang, Putri. Waktu siang akan segera tiba,” jelas Sang ibu tentang situasinya.

Namun, Sang Putri itu tidak menanggapi panggilan dari ibunya. Dia belum menyelesaikan percakapannya dengan Putri-Putri lain di ruangan itu. Sehingga ada seorang pemuda didekatnya bertanya kepada Sang Putri.

“Hai, Putri. Siapa gerangan wanita tua itu?”, tanya pemuda itu.

“Oh, dia adalah pembantuku,” jawab Sang Putri dengan heran.

Jawaban yang diberikan oleh Sang Putri terdengar di telinga Sang ibu. Ia terkejut ketika Putrinya menyebutnya sebagai pembantunya. Dia tidak menduga ini sama sekali. Namun, perasaan sakit hatinya tidak ia sampaikan.

Dalam perjalanan pulang, mereka memiliki perjalanan panjang yang cukup jauh. Mereka harus melewati sebuah lembah yang berlumpur antara Pulau Sangkar dan Pulau Lolo. Sebelum melewati lumpur itu, mereka bertemu dengan sekelompok pemuda tadi yang hadir di pesta. Sang Putri sekali lagi ditanyai oleh salah satu pemuda mengenai identitas wanita tua itu.

“Maaf, Putri. Siapa sebenarnya wanita tua yang tampaknya mengikuti Anda setiap saat?” tanya pemuda itu.

Sang Putri kesal dengan pemuda itu dan berkata, “Sudah kubilang sebelumnya, dia pembantuku!”

Sang ibu tidak merespon ketika dia mendengar jawaban Putrinya terhadap pertanyaan pemuda itu. Di sisi lain, dia mengalami penderitaan yang luar biasa di dalam hatinya.

Lalu sekelompok pemuda itu bingung mendengar jawaban Sang Putri dan mereka melanjutkan perjalanannya.

Pada saat itu, Sang ibu berdoa kepada Tuhan agar Putrinya durhaka itu ditelan oleh lumpur yang akan mereka lalui.

Doa Sang Ibu dikabulkan oleh Tuhan Yang Mahakuasa. Saat Sang Putri berjalan melalui lumpur, tiba-tiba Lumpur mulai menjerat kakinya dan dia mulai terbenam makin dalam. Ia berusaha berjuang untuk membebaskan dirinya dari lumpur itu tetapi tidak berhasil. Dia menangis dan meminta tolong kepada Sang ibu.

“Ibu, Ibu…. Tolong Bantu Aku…!” teriaknya meminta tolong.

Namun, ibunya sepertinya tidak peduli dengannya.

“Aku bukan ibumu, Aku hanyalah pembantumu,” jawab si Ibu.

Isak tangis Sang Putri berlanjut dan berkata “Maaf, ibu, Maafkan aku. Tolong aku, ibu. Aku berjanji mulai saat ini tidak akan durhaka lagi kepada Ibu.”

Hati Sang ibu sudah terlanjur terluka, jadi menyesal tidak ada gunanya. Dia mengabaikan permintaan dari Putrinya. Ketika Putri terbenam sampai dagu, Sang ibu segera mendekati Putrinya. Namun, Dia mengambil perhiasan gelang dan Songket yang dikenakan Putrinya.

Setelah ia selesai mengambil perhiasan tersebut, Sang Putri pun tenggelam ke dalam lumpur. Sejak saat itu, daerah tersebut dikenal dengan nama negeri Lempur, yang berasal dari istilah “Lumpur”.

Dalam perjalanan, Sang ibu akan melemparkan perhiasan itu karena dia tidak ingin terus menerus mengingat tentang Putrinya. Sang ibu membuang gelang itu dengan melemparkannya ke dalam tebat sehingga tebat tersebut dinamakan Tebat Gelang. Kemudian songket dibuang di tebat yang berbeda sehingga tebat tersebut dinamakan Tebat Jambi.

Pesan Moral dari Asal Mula Negeri Lempur

Pesan moral yang bisa dipetik dari cerita Asal Mula Negeri Lempur adalah adalah pentingnya berbakti kepada orang tua, khususnya Ibu. Anda tidak boleh melakukan apa pun untuk menyakiti orang tua Anda, dan Anda harus selalu menjaga sikap hormat ketika bersama orang tua Anda.

Tinggalkan Komentar